Manajemen Risiko dalam Proyek Teknologi Informasi: Studi Kasus Sistem Beasiswa Mahasiswa

 Analisis Risiko: Belajar dari Pengalaman Membangun Sistem Informasi Beasiswa Mahasiswa

Kalau ada satu hal yang pasti dalam dunia pengembangan sistem, itu adalah: tidak ada proyek yang berjalan mulus tanpa risiko. Begitu juga dengan perjalanan tim kami saat membangun Sistem Informasi Layanan Beasiswa Mahasiswa di Universitas Lampung. Proyek ini terlihat sederhana di atas kertas bikin sistem pendaftaran dan pengelolaan beasiswa berbasis web tapi begitu masuk ke tahap implementasi, barulah tantangan sesungguhnya muncul.

Kami menyadari sejak awal bahwa risiko adalah bagian yang tidak bisa dihindari. Ada banyak hal yang bisa melenceng dari rencana: mulai dari kebutuhan pengguna yang terus berubah, bug yang muncul di saat tak terduga, hingga keterlambatan karena perbedaan ritme kerja antaranggota tim. Karena itu, kami memutuskan untuk melakukan analisis risiko sejak awal, supaya bisa siap menghadapi kemungkinan terburuk sebelum benar-benar terjadi.

Mengenali Risiko Sejak Awal

Selama proses pengembangan, kami memetakan risiko berdasarkan tahapan dalam Software Development Life Cycle (SDLC) dari analisis kebutuhan hingga implementasi. Ternyata, setiap tahap punya potensi masalahnya sendiri.
Misalnya, di tahap analisis kebutuhan, tantangannya adalah bagaimana mendokumentasikan kebutuhan mahasiswa dan admin secara jelas tanpa ada yang terlewat. Di tahap perancangan sistem, risiko muncul saat desain database dan arsitektur belum optimal, yang bisa bikin sistem sulit dikembangkan nantinya.
Belum lagi saat pengembangan kode, bug sering muncul karena standar penulisan kode belum seragam, atau dokumentasi masih minim. Bahkan, di tahap integrasi, kami sempat mengalami modul frontend dan backend yang gagal terhubung salah satu momen paling menegangkan di tengah proses pengerjaan.

Selain risiko teknis, kami juga menghadapi hal yang lebih “manusiawi”: anggota tim yang kewalahan dengan jadwal kuliah, miskomunikasi antarbagian, dan estimasi waktu yang ternyata terlalu optimis. Tapi semua itu jadi bahan evaluasi penting untuk memperkuat koordinasi di tahap berikutnya.

 Strategi Menghadapi Risiko

Setelah risiko teridentifikasi, kami nggak tinggal diam. Tim menyusun strategi mitigasi di setiap tahap proyek.Untuk tahap analisis kebutuhan, kami melakukan requirement gathering berulang bersama mahasiswa, admin, dan pihak kampus. Semua hasil diskusi kami tulis rapi dalam dokumen Software Requirement Specification (SRS) supaya tidak ada miskomunikasi.

Di tahap perancangan, kami rutin melakukan peer review dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Saat masuk ke tahap pengembangan, kami mulai menerapkan code review, version control lewat GitHub, serta unit testing di setiap modul. Proses integrasi pun dibuat bertahap supaya kalau ada error, kami bisa langsung tahu di mana masalahnya.

Untuk menjaga komunikasi tim, kami pakai Trello sebagai project management tool dan mengadakan rapat mingguan untuk mengecek progres. Kami juga belajar untuk bikin jadwal yang lebih realistis lengkap dengan buffer time untuk mengantisipasi keterlambatan.

Hasil dan Pembelajaran

Setelah semua dilewati, kami sadar bahwa manajemen risiko bukan sekadar teori proyek, tapi kunci bertahannya tim di dunia nyata. Dengan analisis dan mitigasi yang tepat, kami berhasil melewati berbagai kendala tanpa mengorbankan kualitas sistem.
Kini, Sistem Informasi Layanan Beasiswa Mahasiswa sudah berjalan dengan baik, membantu mahasiswa mendaftar beasiswa tanpa ribet, dan memberi kemudahan bagi admin kampus untuk melakukan verifikasi serta pelaporan data.

Proyek ini bukan cuma soal membangun sistem, tapi juga soal belajar bagaimana menghadapi ketidakpastian dengan strategi dan kolaborasi yang solid. Karena di balik setiap sistem yang berjalan lancar, selalu ada cerita tentang tim yang siap menghadapi risiko dan tumbuh dari proses itu. 

0 Komentar